Abad Penemuan: Cerita Kita di Tengah Dominasi Eropa (Bagian Satu)
Rempah dan Herba
Pernah ga lo nyobain masakan emak lo di rumah terus lo bener-bener mikir, kok rasanya bisa enak begini ya? Belom lagi makanan di warteg, kantin, dan berbagai macam warung-warung makan Nusantara di mall-mall ataupun ruko-ruko deket rumah lo. Mungkin sekarang-sekarang ini lo ngerasa biasa aja, emang udah gitu kok rasanya dari kaya dulu. Tapi lo pernah mikir ga, kalo dulu bumbu-bumbu yang sekarang bisa kita nikmatin sesuka hati ini bikin orang-orang Eropa berlayar ribuan kilometer biar bisa dapetin dengan harga lebih murah? Pernah mikir juga ga klo hasil-hasil bumi yang sekarang lo makan ini sempet bikin seorang Sri Paus berpikir keras buat ngedamaiin dua negara Eropa yang berantem? Nah, kalo kita penasaran soal pertanyaan-pertanyaan itu, saatnya kita diskusi soal: Rempah-rempah, landasan berdirinya sebuah bangsa yang sekarang kita kenal sebagai Indonesia.
Karena tema sentral pembahasan ini ga akan jauh-jauh dari rempah-rempah, kita perlu tau dulu, apa sih yang disebut rempah-rempah, dan golongan tumbuhan apa aja yang bisa dikategoriin sebagai rempah? Jadi gini men, biar makanan yang bakal kita makan itu terasa lebih enak, bebas kuman, dan awet disimpen berhari-hari (bahkan dengan cuaca dan bumbu tertentu bisa sampai berbulan-bulan), ada tiga hal yang biasa ditambahin di makanan tersebut ketika hendak kita masak: 1) rempah, 2) tumbuhan herba, dan 3) garam. Rempah dan herba itu sama-sama berasal dari tumbuhan. Bedanya, yang biasanya digolongin sebagai rempah itu biji, buah, kulit batang, atau akar dari tumbuhan. Sedangkan herba itu biasanya daun dan bunga dari tumbuhan yang digunakan untuk pelengkap masakan. Kalau garam ya lo tau sendiri lah ya gimananya.
Terus gmn caranya kok itu rempah dan herba bisa nongol di masakan kita? Seperti yang udah disebut di atas, selama beribu-ribu tahun itu rempah-rempah dan herba dipake sama kebudayaan manusia untuk memberikan rasa yang lebih sedap dan juga bikin makanan bisa bebas dari kuman-kuman. Seperti contoh nih satu: Cabe. Cabe itu rempah atau herba coba anak-anaak? Rempah yeh, soalnya kan buah dari tumbuhan yang digunakan buat penyedap/pengawet, bukan daun atau bunga. Nah, cabe itu kan kandungan utamanya itu capsaicin yang bikin rasa lidah menggelora sampe ampun-ampun, tapi tetap nambah lagi cabenya. Studi nyebutin bahwa cabe itu awalnya jadi pedas secara natural karena capsaicin berguna buat mekanisme pertahanan diri si tumbuhan terhadap predator ataupun kuman, wabil khusus kuman golongan jamur fusarium.
Selain cerita cabe di atas, beberapa ahli sejarah purbakala berspekulasi bahwa para pemburu di zaman paleolitik membawa daging hasil buruan dengan ngelapisin sejenis tumbuhan (daun atau akar) yang ternyata pas dimasak rasanya lebih maknyus. Jadi deh akhirnya tuh daun atau akar dipake terus buat masakan sampe sekarang. Tapi inget nih ya, pada pembahasan kali ini kita bener-bener nyempitin batasan pembahasan nih, cuma dalam hal “rempah-rempah di Nusantara”. Jadi kita ga ngomongin herba, dan juga ga bahas soal rempah-rempah yang berasal dari belahan dunia lain. Yok mari kita dalemin bareng-bareng.
Jelajah Rempah Nusantara
Ngomongin soal rempah-rempah di Nusantara, apalagi soal sejarahnya, ada baiknya kita batasin dulu soal rempah apa aja sih yang layak kita bahas sekarang? Ada banyak rempah yang bisa aja kita bahas saat ini, tetapi yang sebaiknya kita bahas adalah tiga rempah utama Nusantara, yaitu cengkeh, pala, dan lada. Dua dari rempah-rempah ini, yaitu cengkeh dan pala, adalah asli Nusantara beneran. Ga ada tempat tumbuh lain sebelum abad 16. Sedangkan lada, sejak jaman baheula udah tumbuh di berbagai daerah di Bharat (India), Hujung Medini (Semenanjung Malaya), Ayutthaya (Thailand), dan Suvannadvipa (Sumatera). Kaya gimana sih kok bisa rempah-rempah dibilang mendefinisikan sebuah bangsa? Lebay ga sih? Mari kita simak dulu bersama-sama.
Kita tinggalin dulu nih sejenak, hiruk-pikuk zaman modern dengan segala keribetan yang ada. Kita kunjungin dulu kota Thebes, Mesir Kuno, tahun 1213 SM, iya betul, 3.200-an tahun yang lalu! Di satu hari di tahun tersebut, Firaun Ramesses II, Firaun terbesar yang pernah dimiliki bangsa Mesir, wafat. Waktu pas prosesi jenazah Ramesses, para pembuat mumi ga lupa naro biji lada di idung pak Ramesses, guna mengawetkan bagian idung yang rentan kena pembusukan dini. Lho, kok bisa sampe ke Mesir? Katanya cuma numbuh di India, Sumatera dan sekitarnya? Nah ini dia nih, hal ini kan cuma ngebuktiin satu hal, bahwa perdagangan Internasional dari dulu itu udah kejadian. Kita cek satu kasus unik lainnya.
Di daerah yang kita sebut sebagai Levant (sekarang negara Syria), tahun 1721 SM silam, ada rumah tangga yang nyimpen cengkeh di sebuah tembikar milik keluarga tersebut. Tembikar ini akhirnya ditemuin oleh para arkeolog pada abad ke 20. Padahal kan yang kita tau, cengkeh cuma tumbuh di Maluku. Kok bisa sampe situ? Selain itu, pada awal-awal pemerintahan Dinasti Han di Cina, kira-kira akhir abad ke 3 SM, ada seorang raja Dinasti Han yang nyuruh semua tamu yang ngadep ke dia untuk ngunyah cengkeh terlebih dahulu biar pada ga bau mulut. Rusuh abis kan sampe dibikin protokol kaya gitu?! Nah, kedua cerita tersebut lagi-lagi ngebuktiin bahwa walaupun cuma bisa ditanem di satu daerah, tapi buahnya para rempah-rempah itu bisa melanglang buana hingga ke Mesir, Syria, dan Cina. Ribuan kilometer dari Kepulauan Maluku. Begitu juga buah Pala. Segitu terkenalnya hingga masuk ke cerita 1001 Malam yang dikomposisi di Bagdad, Kesultanan Abbasiyah, sekitar abad 7–8 Masehi.
Terus, kenapa sih kok bisa mahsyur banget tiga rempah tersebut sampe ke seluruh pelosok dunia lama? Singkat kata singkat cerita, ini cuma bisa kejadian karena ulah para pedagang dari tiga daerah tersebut ini: India, Arab, dan Cina. Kegiatan dagang mereka yang udah kelalang-keliling lautan buat nyari komoditas-komoditas unik dari berbagai daerah bikin nih tiga rempah jadi populer banget. Namanya pedagang, pasti pengen laku lah ya dagangannya. Ngomong macem-macem deh itu mereka tentang komoditas ini, yang pastinya khasiatnya udah mereka pelajarin terlebih dahulu dari penduduk lokal di Nusantara, trus mereka sounding deh (pastinya dengan cara yang lebay khas pedagang obat jadul) di pelabuhan tempat asal mereka. Dari situ, rempah-rempah tersebut akhirnya viral sampe pelosok-pelosok Eropa daratan dan Asia Tengah.
Terus, kenapa lo bisa bilang kalo rempah ini yang menjadi landasan negara kita, Sal? Gini ceritanya men:
Sebelum kita masuk ke cerita inti, ada baiknya lo kenalan dulu sama bagian dari Kepulauan Nusantara seperti yang dikenal sama masyarakat Internasional dari jaman jebot. Di ujung barat ada pulau yang dikenal sebagai Suvannadvipa atau Pulau Emas, yang kita sebut sekarang sebagai Pulau Sumatera. Disebut Suvannadvipa karena di bagian pedalaman pulau ini terdapat deposit emas yang buanyak banget. Selain emas, pulau ini juga terkenal pas jaman dulu sebagai penghasil kapur barus dan lada. Para pelaut Eropa nyebut pulau ini sebagai Chryse (emas) atau Chersonesos (Pulau Emas).
Sebelah tenggara dari Suvannadvipa, ada pulau panjang yang terkenal bernama Yavadvipa (Pulau Gandum/Jewawut). Pulau ini dikenal dari dulu sebagai penghasil beras utama masyarakat Nusantara, sekaligus beberapa komoditas lain seperti perak, emas, dan kemenyan. Para pelaut Eropa nyebut pulau ini sebagai Argyre (Perak), dan sekarang kita sebut sebagai Pulau Jawa (dari Yavadvipa).
Lanjut ke sebelah utara, ada pulau yang dikenal sebagai Berune, yang terkadang juga disebut oleh orang-orang Jawa sebagai Tanjungnagara. Pulau ini terkenal oleh para pedagang asing sebagai penghasil berlian, rotan, kayu, paruh burung, dan jernang (pewarna merah). Orang India nyebut pulau ini sebagai Puradvipa (Pulau Berlian). Dari kata Berune ini juga orang Eropa akhirnya nyebut pulau ini sebagai “Borneo”, dan juga asal kata dari negara modern Brunei Darussalam.
Geser ke timur dari Borneo, kita menuju ke pulau yang disebut sebagai Sindo oleh Claudius Ptolomeus, seorang ahli geografi asal Mesir. Ga banyak yang tercatat dalam sejarah sebelum masa kolonial soal pulau ini, tetapi pulau ini dari dulu dikenal sebagai penghasil besi. Makanya pulau ini disebut sama warga lokal sebagai Sula (pulau) Wesi (besi).
Lebih timur dari Sindo kita akan nemuin kepulauan yang dari dulu udah terkenal sebagai Kepulauan Rempah (Spice Islands). Nama kepulauan ini sangat termahsyur hingga ke pelosok Eropa, tapi sayangnya ga ada yang tau letak nih pulau di bagian mananya dunia. Orang Eropa jaman dulu cuma bilangnya “Pokoknya di Timur!”. Setelah era perdagangan Internasional makin rame, akhirnya para pedagang Arab nyebut pulau ini sebagai “Jazirat Al-Mulk” atau Kepulauan Para Raja, yang akhirnya berkembang sebutannya jadi “Maluku”. Nah, pulau ini nih yang dari dulu selalu jadi misteri, tapi dicari banget sama para pedagang dari Barat. Kenapa dicari? Nanti kita bahas bersama di bawah yeh.
Biar lengkap kita lanjut terus ke timur ke daerah yang disebut oleh Majapahit sebagai Wanin, tapi orang Tidore, yang nguasain daerah itu sebelum masuk pengaruh Eropa, nyebut daerah itu sebagai Papua, yang berasal dari Bahasa Tidore yang berarti rambut keriting. Papua yang dimaksud sama orang Jawa Majapahit dan Tidore ini sebenernya cuma mengacu ke bangsa Papua yang tinggal di daerah pesisir. Ga pernah ada info mengenai keberadaan bangsa-bangsa Papua yang tinggal di pedalaman (semacem suku Dani, dll) dari awal sejarah hingga pada tahun 1938, ketika peradaban Lembah Baliem ditemukan untuk pertama kali. Lebih lanjut, semenjak kontak pertama dengan bangsa Eropa, para pelaut Spanyol namain pulau itu sebagai Nueva Guinea atau Guinea Baru, mengacu ke penduduk lokal Papua yang dianggap mirip dengan penduduk lokal Guinea di Afrika. Daerah ini terkenal sejak tahun 6000 SM sebagai penghasil tebu paling dominan di Asia Tenggara.
Nah, sekilas udah kita arungin bareng pulau-pulau besar di Nusantara dengan potensi-potensi masing-masing, minimal buat telinga para pedagang asing waktu dulu. Terus, apa hubungannya sama Indonesia berdiri dari rempah-rempah? Jadi gini, maksud kalimat gue itu adalah rempah-rempah tertentu ini emang udah jadi prima donna di kalangan pedagang-pedagang mancanegara. Dulu, belom ada Indonesia dong, jelas. Nah maksud dari tulisan gue ini adalah pingin ngebahas sama lo bahwa yang tadinya cuma untaian pulau dari Sabang sampe Merauke dengan banyak kerajaan yang masing-masing independen satu sama lain, bisa nyatu (salah satunya) gara-gara rempah. Hal ini cuma bisa kejadian karena ada perdagangan Internasional yang ujung-ujungnya jadi persaingan ga sehat dan akhirnya jadi kolonialisme. Juga harap diingat bahwa diskusi kita kali ini walopun ngomongin soal rempah-rempah Nusantara, cakupan ceritanya ga cuma di Nusantara doang, tapi juga siap-siap aja untuk kita ngebahas juga soal beberapa daerah di Eropa dan sekitarnya karena emang ngaruh banget men, sama apa yang kejadian di Nusantara.
Sekarang, kenapa sih kok yang tadinya perdagangan Internasional yang berlangsung ratusan bahkan ribuan tahun yang melibatkan komoditas-komoditas asli Nusantara yang tadinya adem ayem aja, akhirnya jadi rebutan banyak bangsa, terutama bangsa Eropa? Untuk ngejawab itu, ada baiknya kita bahas dua hal yang menjadi bumbu dari fenomena ini. Seperti semua kejadian yang ada di sejarah dunia, fenomena ini berakar dari dua faktor. Yang pertama adalah “Latar Belakang”, yang satunya lagi adalah “Pemicu”. Jadi, pesen gue buat lo pada biar bisa jago sejarah adalah: Selalu cari faktor Latar Belakang dan faktor Pemicu dari setiap kejadian sejarah apapun. Ini menjadi pokok pembahasan bagi tulisan ini pada bagian selanjutnya.
Stay tune bro-sis!